Memulai di Saat Orang Lain Sudah Melakukan

Kita tidak pernah terlalu tua untuk memulai kembali. Setiap hari adalah kesempatan melakukan perubahan untuk menciptakan kehidupan yang kita inginkan.

(Karon Waddell)


***

Saya baru saja memulai di saat orang lain sudah lama melakukan. Mereka, bahkan mungkin telah meraih hasil dari apa dikerjakannya di masa lalu. Prestasi, uang, nama besar, prestise, dan mungkin juga sensasi…..

Tapi, sebagaimana quote yang saya cantumkan di kalimat pembuka pada tulisan ini, asalkan itu baik, saya yakin bahwa memulai melakukan sesuatu hal baru bukanlah aib, tidak juga memalukan. Bahkan tidak ada kata terlambat atau merasa terlalu tua untuk memulai. Ya, itulah saya kini. Baru memulai belajar tentang bagaimana membuat kompos di saat orang lain sudah sejak lama melakukannya, bahkan telah mengais hasil sesuai yang mereka harapkan. Saya buka Youtube dan melihat bagaimana anak-anak muda yang usianya jauh di bawah saya telah menjadi aktor sekaligus kreator dalam gerakan perubahan untuk lingkungan yang lebih baik, lebih sehat, lebih berkualitas. Bagaimana pula mereka berhasil mengubah sampah-sampah organik menjadi kompos yang memiliki begitu nilai guna. Sampah di tangan mereka menjadi produk yang bernilai guna. Yakni sebagai media tanam yang menumbuhkembangkan aneka tetumbuhan; sayur mayur, buah-buahan, juga beragam jenis bunga, yang tidak saja membuat hidup ini menjadi begitu indah, tetapi juga berarti dan bermakna, plus berbunga-bunga.

Mengelola sampah organik menjadi media tanam  adalah tindakan kecil tetapi memiliki kontribusi besar dan nyata untuk kelestarian lingkungan, untuk keseimbangan alam, bahkan untuk hidup yang lebih baik, lebih sehat, dan berkualitas, sebagaimana telah dilakukan sejumlah pihak, dengan hasil, bukti, dan manfaat nyata pula. Ada pun saya, ya… baru saja memulainya. Hehe….  

***

Memulai hal yang baru memang terasa sulit, sesulit saya memulai membuat kompos. Rasa malas adalah faktor penghalang paling utama meskipun bahan dan peralatannya sudah dibeli dan disiapkan sejak jauh-jauh hari, eh… bulan bahkan. Skoop, cangkul kecil, tempat kompos, serta starter, telah lama saya beli secara online, tapi masih terkemas dan terbungkus rapi di pojokan lemari akibat tak punya niat kuat untuk segera memulai.  Unik, eh anehnya, setiap hendak memulai selalu muncul aneka bisikan untuk menundanya. Soal tak ada waktu lah, soal bagaimana ribetnya membiasakan orang-orang rumah memilah dan memilih sampah organik dan non-organik lah, dan soal-soal lain yang muncul di kepala yang menjadi alasan pembenar untuk tidak memulai.

Tapi, untungnya hidayah (petunjuk, hehe…) itu datang juga. Hidayahnya berupa sebuah tayangan yang muncul di akun media sosial saya tentang kisah pasangan suami istri yang sukses mengelola area tempatnya tinggal sebagai lahan pertanian sekaligus peternakan yang sangat produktif. Mereka mampu membangun ketahanan pangan secara mandiri. Membuat kompos dari bahan organik dan dari kotoran ternak, lalu dijadikan media tanam. Media tanam itu digunakan untuk menanam aneka sayur dan buah-buahan. Hasilnya, mereka mengalami swasembada, memiliki ketahanan, bahkan kemerdekaan pangan secara mandiri. Keren, dan lebih kerennya lagi, setelah menonton berbagai tayangan sejenis ternyata ada cukup banyak orang yang telah melakukan langkah kecil tetapi memiliki dampak yang sangat besar bagi hidup yang lebih baik, hidup yang lebih berarti (sebab, setelah itu mati, hehe..).

Maka, atas datangnya ‘hidayah’ itu, saya pun memulainya. Tercatat (karena masih ingat) saya memulai membuat kompos pada Minggu, 11 Agustus 2024. Harusnya memulai di hari  Sabtu, tapi sampah organik yang sengaja sudah saya pilah dan pisahkan dari sampah plastik (non-organik), tanpa ketahuan lagi rupanya dibuang oleh Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah kami. Padahal sebelumnya sudah dikasih tahu kalau sampah tersebut mau dibuat kompos. O…walaaah…

***

Keinginan untuk membuat kompos dari bahan organik sejatinya telah lama tercetus. Bukan lagi hitungan bulan, tapi sejak bertahun-tahun silam. Latar belakangnya banyak, dari yang iseng hingga yang serius. Untuk alasan iseng antara lain karena pernah melihat orang membuat kompos, termasuk saat melakukan monitoring dan evaluasi (monev) alias kunjungan ke lokasi Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) di kampus saya mengajar, di mana biasanya salah satu program kerja mereka adalah membuat kompos. Sedangkan alasan seriusnya adalah melihat lingkungan di mana saya tinggal mulai dihadapkan dengan problem sampah. Banyak orang membuang sampah sembarangan, membuang sampah tanpa memilah dan memisahkan antara mana yang organik dan non-organik, dan aneka perilaku dan kebiasaan lain yang berdampak pada lingkungan yang tidak bersih, tidak sehat. Alasan serius lain adalah dalam beberapa semester belakangan saya mendapat tugas mengampu mata kuliah Komunikasi untuk Perubahan dan Komunikasi Lingkungan. Dua mata kuliah yang cukup menantang untuk dipelajari, dipraktikkan dan diajarkan, bukan hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas.

Nah, atas dasar alasan dan latar belakang itulah muncul keinginan untuk memulai belajar membuat kompos. Sebab, dengan memulai dan membuktikan bahwa saya bisa membuat kompos, selain berkontribusi nyata untuk lingkungan yang lebih baik — meski hanya skala kecil di rumah – setidaknya tidak lagi membuang sampah non-organik ke tempat pembuangan sampah (TPS) yang menimbulkan aroma bau tidak sedap, juga pengalaman seculi ini bisa menjadi bahan menarik untuk didiskusikan dengan warga sekitar, atau bahkan dengan mahasiswa saya pada saat mengajar dua mata kuliah itu tentang bagaimana menciptakan perubahan dan lingkungan yang lebih baik yang dimulai dari bahasan tentang kompos. Jadi, ini menjadi praktik baik dalam berbuat kebaikan, sekaligus praktik baik dalam mengkomunikasikan hal-hal terkait dengan perubahan sosial, termasuk soal lingkungan. Sesederhana itu, tetapi tidak sesederhana memulainya. Hehe…

O ya, rencananya  kompos yang sedang saya produksi tersebut akan dijadikan media tanam untuk pohon mangga yang masih dalam proses pencangkokan. Jenis mangga dermayu dengan buahnya  yang besar bertekstur daging tebal, lezat, dan manis, itu tumbuh begitu anggun di samping rumah saya.

Kembali lagi ke soal kompos. Apakah kompos yang saya buat berhasil atau tidak, kita tunggu saja kelanjutannya ya…..

Drangong,  27 Agustus 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Saya Ab Malik

Selamat datang di Malcomm Site : media untuk mendokumentasikan tulisan tentang gagasan, pengalaman maupun hal lainnya. Semoga apa yang tertulis dalam web ini bermanfaat baik untuk pribadi maupun untuk pembaca.

Let’s connect